Kolektor Anggrek: Semua Ini untuk Botanical Garden Indonesia

Kamis, 02 April 2015 23:29
BAGIKAN:
Anggrek tebu.
BANDUNG, PESISIRONE.com -  Bunga anggrek bukan menjadi barang aneh di Indonesia. Siapa pun bisa dengan mudah menemukan bunga anggrek di toko bunga, tempat makan, bahkan mungkin di rumah tetangga. Namun, anggrek bulan menjadi salah satu jenis anggrek favorit para kaum hawa.

Tingginya sekitar 30 cm, dengan warna-warni bunga yang cerah. Namun, bagaimana seandainya ada anggrek yang beratnya bisa mencapai satu ton dan tingginya sekitar tiga meter?

Anggrek tebu atau nama latin Grammatophyllum speciosum memiliki diameter malai sekitar 1,5 hingga 2 cm. Bagi warga Bandung yang ingin melihat anggrek tebu ini, bisa mengunjungi The Green Forest Resort di Jalan Sersan Bajuri No. 102 Cihideung, Bandung.

Dalam pameran anggrek tersebut, terdapat 10 pot anggrek tebu milik kolektor bunga dari Bandung, Endrico Felder. Kolektor yang telah menyukai bunga sejak SMP ini menuturkan, lebih fokus pada bunga anggrek spesies atau anggrek hutan seperti anggrek tebu ini.

"Saya suka mendaki gunung. Nah, saat mendaki itu lah saya mengambil anggrek hutan yang letaknya berada di pucuk pohon-pohon tinggi hutan tropis," ujar Endrico.

Anggrek hutan sangat mudah dijumpai di kawasan Asia Tenggara. Endrico mengatakan, beberapa daerah di Indonesia pun banyak ditemukan anggrek hutan, seperti di Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Sumatera, dan Papua.

Karena habitat anggrek hutan ini berada di pucuk pohon-pohon yang tingginya puluhan meter, tentu untuk mengambilnya pun dibutuhkan peralatan yang memadai. "Cara mengambilnya menggunakan alat panjat. Memang beresiko, tapi di situlah letak seninya," ujar pria berusia 56 tahun itu.

Endrico biasanya mengambil anak-anak anggrek sebanyak dua hingga tiga batang untuk dikembangbiakkan. Setelah itu, seluruh kondisi  (tempat baru) yang dibutuhkan anggrek agar bisa cepat beradaptasi, disesuaikan dengan habitat aslinya.

"Agar anggrek hutan ini bisa tumbuh di daerah lain. Kita perlu menyesuaikan keadaan seperti di habitatnya, seperti ketinggian, kelembapan, dan eksponen hydrogen (PH) media tanamnya," papar Endrico.

Setelah mampu beradaptasi dan nyaman dengan lingkungan barunya, anggrek hutan biasanya paling cepat akan berbunga dalam jangka  4,5 tahun. "Kalau dia sudah sesuai dan nyaman, dia bisa berbunga satu atau dua tahun sekai," ujarnya. Di rumahnya, Endrico memiliki 25 pot anggrek tebu yang diperoleh dari berbagai daerah, termasuk di luar Indonesia yakni Filipina dan Malaysia.

Endrico mengakui, memang tidak mudah membuat kondisi yang serupa dengan habitat anggrek hutan. Bahkan, ia kerap kali mengalami kegagalan saat mengembangbiakkannya. "Kalau yang saya kembangkan ini, ada yang baru bisa beradaptasi sampai 7 tahun," ucapnya.

Endrico mengakui, ia belajar sendiri dalam mengembangbiakkan anggrek hutan. Berbagai refrensi baik literatur maupun bertanya pada orang-orang pun ia lakoni.

"Soalnya latar belakang saya kan IT, jadi enggak punya ilmu sama sekali tentang bunga. Cuma saya memang sudah suka bunga dari SMP," kata konsultan professional mal itu. Endrico mengatakan, hal yang salah kerap kali dilakukan oleh pecinta anggrek spesies, yakni bertanya pada pihak yang tidak paham tentang perawatan bunga langka tersebut.

Endrico menjelaskan, media tanam anggrek hutan bisa menggunakan arang, humus, dan pakis. Namun, tidak bisa menggunakan tanah karena anggrek hutan tidak tumbuh di tanah. Apalagi kalau pakai pupuk kandang, dia semakin lama berbunganya karena makin lama lagi menyesuaikan diri.

"Merawat anggrek ini tidak susah, tapi hanya mahal. Kebanyakan orang yang merawat anggrek spesies, konsultasi pada pihak yang salah. Kalau kolektor atau pecinta anggrek spesies itu orangnya harus mau ke luar masuk hutan untuk melihat bagaimana habitat asli dari bunga tersebut," ujarnya.

Anggrek tebu hanya memiliki satu macam jenis. Namun, warnanya memang berbeda di tiap daerah. Anggrek hutan di Indonesia Timur warnanya lebih cerah, yakni cokelat kemerahan, tapi bunganya lebih kecil dibandingkan anggrek di Jawa. "Kalau di Jawa itu bunganya lebih besar, tapi memang warnanya gelap. Mungkin karena faktor matahari, jadi fotosintesisnya lebih tinggi," ujarnya.

Saat ditanya perihal perkawinan silang anggrek corak terang dengan gelap, Endrico mengatakan, ia pernah melakukan persilangan tersebut. "Memang hasilnya jadi bagus ya. Tapi, bagi para pecinta anggrek spesies, keaslian bunga itu sangat diutamakan," tuturnya.
 
Botanical Garden Indonesia
Di pandangan beberapa orang, kolektor adalah seseorang yang melakukan perdagangan dengan jual-beli harga fantastis. Namun, Endrico tidak sependapat dengan hal itu. Baginya, bila sudah bicara soal anggrek hutan, ia tak ingin bicara soal angka. "Kalau bunga anggrek ini dijual, nanti di hutan habis," ucapnya.

Endrico mengatakan, ia dan rekan-rekan kolektor anggrek hutan lainnya memiliki prinsip, bila mereka harus mengembalikan anggrek tersebut ke asalnya. Setelah dikembangkan di tempat tinggal masing-masing, mereka hanya mengambil satu anggrek untuk dikembangkan lagi, sisanya dikembalikan ke hutan.

"Jadi, puluhan pot di rumah saya itu hasil perkembangbiakan saja. Di sini prinsip yang kami tanamkan pada diri masing-masing adalah mengembangbiakkan bunga, bukan menghabiskan," ujarnya.

Lantas, untuk apa pameran anggrek tersebut diadakan? Endrico menuturkan, pameran tersebut sebenarnya hanya sebagai batu loncatan untuk membuat Botanical Garden seperti di Singapura. Rencananya, ia dan rekan-rekan kolektor lain ingin membuat Botanical Garden di Lembang.

"Alasannya karena kalau saya lihat di Botanical Garden Singapura, dominannya anggrek hutan kita yang dipajang di sana. Kenapa tidak kita sendiri yang memajangnya?," terangnya.

Kelak, bila Botanical Garden ini telah dibangun, Endrico mengatakan ingin mengumpulkan para kolektor yang memiliki anggrek spesies untuk dititipkan di Botanical Garden Indonesia, tidak ada jual-beli. Gunanya, agar masyarakat bisa menikmati keindahan tanaman Indonesia, dan teredukasi.

"Kolektor itu prinsipnya, saat tanaman yang kita kembangkan sudah tumbuh, maka seluruh dunia harus tahu. Tapi, kami tidak mau memberikan tanaman itu ke orang lain," jelasnya sembari tertawa.

Meskipun para kolektor memiliki dana yang cukup untuk membuat Botanical Garden, Endrico berharap ada campur tangan dari pemerintah untuk pembangunan tersebut. "Ya, kami juga berharap semoga pemerintah mau ikut berpartisipasi untuk membuat Botanical Garden ini. Kalau sudah jadi, kan Indonesia juga yang bangga," ucapnya. (ROL)


BAGIKAN:
KOMENTAR