Rancangan UU PNPB Diharapkan Lebih Berkeadilan Kepada Daerah

Rabu, 08 Februari 2017 20:50
BAGIKAN:

SELATPANJANG - Bupati Kepulauan Meranti Drs. H Irwan MSi, selaku Wakil Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) Bidang Keuangan Daerah, mengikuti rapat dengar pendapat bersama Komisi XI DPR RI. Rapat dengan agenda dengar pendapat umum terkait Rancangan UU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) dilangsungkan di ruang rapat Komisi XI Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (7/2/2017).

Rapat dengar pendapat langsung dipimpin oleh Ketua Komisi XI DPR RI Melchias Markis Mekeng dan dihadir oleh anggota Komisi XI DPR RI diantaranya Heri Gunawan, Achmad Atari, Jon Erizal dan lainnya.

Sementara dari APKASI dihadiri oleh Bupati Nias Drs. Sokhiatulo Laoli, Bupati Kepulauan Meranti Drs. H. Irwan M.Si, Bupati Minahasa Tenggara James Sumendap SH, Bupati Mempawah Drs. H. Ria Norsan dan lainnya.

Dan dari Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) dihadiri oleh Walikota Sukabumi H. Muhammad Muraz SH MM, Walikota Binjai Muhammad Idaham dan lainnya.

Saran dan masukan dari APKASI dan APEKSI akan dijadikan pertimbangan dalam pembahasan RUU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB), dan menjadi prioritas oleh Komisi XI Untuk memberikan kepastian hukum pemungutan dan oenyetotan pnbp yang. Elraku bagi masa selaku wajib bayar dan instansi pengelola PNBP.

Seperti dijelaskan Ketua Komisi XI DPR RI, PNBP merupakan penyumbang pendapatan terbesar kedua negara setelah pendapatan perpajakan, sebagai fungsi regulateri maka PNBP merupakan instrumen strategis dalam menetapkan regulasi kebijakan pemerintah diberbagai sektor yang ada.

Namun dengan demikian, pengelolaan PNBP masih menghadapi berbagai permasalahan seperti pungutan tanpa dasar hukum, terlambat atau tidak masuk kas negara, penggunaan langsung PNBP, dan dikelola diluar mekanisme. Untuk itu dalam rangka meningkatkan peran PNBP dan meningkatkan pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah dalam pelayanan pengaturan dan perlindungan masyatakat, pengelolaan kekayaan negara perlu dilakukan penyempurnaan atas pengelolaan PNBP itu agar lebih profesional, transparan dan bertanggung jawab.

Sejauh ini, masih mengacu pada UU No. 20 Tentang PNPB dan Uu ini dinilai sudah tidak layak lagi karena tidka dapat lagi memenuhi kebutuhan pengelolaan PNBP sesuai tuntutan oerkembangan ekonomi saat ini. Termausk partisipais masyarakat terhadap pembangunan nasional untuk itu perlu diganti dengan UU baru yang mengatur hal tersebut.

Untuk itu, Komisi XI DPR RI ingin mendengarkan secara khusus pandangan dari Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI).

Pada kesempatan itu, Ketua APKASI yang diwakili Bupati Nias Drs. Sokhiatul Laoli, mengaku setelah mempelajari RUU PNBP menilai apa yang dibahas baik dari kerangka acuan UU maupun naskah akademik tidak melihat adanya kewenangan dan hak daerah Kabupaten Kota didalamnya. Namun begitu APKASI menyambut baik RUU tersebut, yang tujuannnya untuk menaikan ekonomi dan keuangan Negara RI.

Namun begitu APKASI merasa perlu memberikan masukan pokok pokok fikiran, dan yang terpenting daerah diberikan ruang untuk turut mengelola dan mendapat manfaat dari penerapan PNBP tersebut.

Hal senada juga ditegaskan oleh Wakil Ketua APKASI Bidang Keuangan Daerah H. Irwan yang juga Bupati Kepulauan Meranti, menurutnya secara substansi APKASI mendukung lahirnya UU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dalam rangka mengoptimalisasi penerimaan negara yang saat ini berada dalam kondisi krisis namun dilain hal APKASI sedikit keberatan dengan luasnya kewenangan pusat yang diberikan oleh UU PNPB itu.

Keberatan itu disimpulkan Bupati yakni pertama bagaimana rancangan UU itu perlu dilakukan sinkronisasi dengan UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah yang memuat beberapa hal strategis dalam hubungan pemerintahan antara Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat, diantaranya dilakukannya peralihan beberapa kewenangan strategis Kabupaten Kota seperti dibidang kehutanan, pertambangan, kelautan, pendidikan dan lainnya yang sebelumnya berada di Kabupaten Kota kini beralih menjadi kewenangan Provinsi dalam hal ini menurut Bupati akan memberikan dampak pada menurunnya kapasitas keuangan daerah karena dalam kewenangan yang dialihkan itu merupakan kewenangan strategis dan menjadi andalan pendapatan daerah. 

"Dalam rancangan UU PNBP kami melihat UU No. 23 Tahun 2014 tidak menjadi reverensi dalam penyusunan RUU itu," ujar Bupati.

Selain itu juga UU No. 28 Tahun 2009 tentang pajak dan restribusi daerah yang memakai prinsip Costing List artinya UU ini membatasi secara tegas kewenangan Kabupaten Kota untuk mengeksplorasi potensi pajak dan restribusi daerah. Dimana UU sebelumnya memberikan peluang kepada daerah untuk boleh melakukan pungutan pajak baru terhadap potensi pajak dan restribusi daerah yang ada di Kabupaten Kota sehingga dapat menjadi tambahan pendapatan yang baru.

Artinya, ini mempersempit ruang gerak daerah untuk mengeksplorasi pendapatan daerah, dan ketika APKASI mempelajari RUU PNBP ini ternyata semua potensi itu tidak boleh dipungut oleh daerah. Dan UU No. 28 Tahun 2009 ditampung seluruhnya dalam RUU PNBP, untuk itu perlu adanya azas keadilan untuk pengembangan pendapatan daerah, jika hal itu tetap dipertahankan maka kedepan dengan perkembangan situasi dan beban yang semakin berat, daerah akan semakin kesulitan dalam membiayai pembanguan daerah.

UU PNPB yang ada di konsep RUU itu menurut Bupati, semacam UU pukat harimau, karena semua penerimaan dari pajak dan penerimaan bukan pajak masukmkealamnya. "Artinya semua penerimaan negara itu masuk kedalam PNPB jika tetap seperti ini maka akan mematikan inovasi daerah untuk mengeksplor potensi ekonomi daerah yang ada didaerah, dan daerah tidak akan bisa menambah penghasilannya lagi, padahal situasi saat ini uang yang ada dan telah dialokasikan pusat saja ada yang tidak ditransfer (DAK dan DBH), ini kondisi real, jika UU ini tetap diberlakukan seperti ini maka akan mematikan potensi daerah untuk mendapatkan penghasilan tambahan," jelasnya.

Menurit Bupati harusnya antara pusat dan daerah harusnya saling menguatkan karena Pemerintah pusat adalah pusatnya daerah dan daerah adalah bagian dari pusat, oleh karena itu lahirnya UU ini hendaknya dapat menjadi sarana menguatkan keuangan negara disisi lain tidak melemahkan daerah untuk mengembangkan pendapatannya.

"Untuk itu saya kira harus ada kesepakatan bagaimana potensi PNBP ini perlu kita perbesar dan disisi lain ada peluang-peluang dari apa yang dihasilkan PNBP mengalir pada daerah sehingga daerah punya motivasi untuk mendukung pusat meningkatkan pendapatan PNPB, semoga UU ini dapat brjalan sesuai harapan dan menguntungkan semua pihak," ujarnya.

"Hendaknya UU ini memuat suatu pasal yang berisi tetap memberi ruang kepada daerah untuk dapat mengeksplor sumber penerimaan baru bagi daerah," ucapnya lagi.

Bupati juga mengusulkan pasal 33 dalam RUU PNBP dapat ditinjau kembali karena memberi ruang pada organisasi pemerintah yang mengelola PNBN dapat menggunakan langsung, menutnya hal itu berpotensi menyebabkan terjadinya hal yang tidak diinginkan, dan anggaran yang ada akan habis digunakan oleh satuan kerja yang mengelola itu, akhirnya tujuan akhir tidak bisa tercapai.

"Jadi saya mengusulkan agar pasal 33 ini ditinjau kembali, penerimaan negara yang boleh dikelola langsung adalah satuan kerja yang telah ditetapkan sebagai Badan Layanan Umum (BLU), meskipun ini juga membuka peluang aparatur daerah untuk bermain-main dengan dana ini," ucanya lagi.

Bupati juga menyinggung terkait transfer dana DAK di Kabupaten Meranti dan mungkin juga terjadi di kabupaten lainnya di Indonesia. Kementerian Keuangan tidak menyalurkan DAK dengan alasan pelaporan yang tidak disiplin kemudian tidak dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.

"Untuk tahun 2017 ini, khusus di Kabupaten Meranti, Pemda sudah bersiap untuk melelang pekerjaaan, kalaupun mungkin uang pemuka dari DAK itu menurut UU harus ditranfer 30 persen pada bulan ini, kami sudah siap melelang pekerjaan namun hingga saat ini kami belum mendapat kabar berita tentang bagaimana dana ini disalurkan, lalu kalau nanti lelang terlambat jangan lagi daerah disalahkan," jelasnya.

"Ketika kita sudah menyesuaikan diri dengan aturan Kementerian keuangan tetapi diawal ketentuan itu sepertinya diabaikan, jadi kami harapkan bantuan dari Komisi XI untuk memfaslitasi agar pembangunan daerah berjalan dengan cepat sesuai harapan semua," harap Bupati.

Hal senada juga disampaikan oleh APEKSI, dimana APEKSi meminta agar pertemuan itu tidak sia-sia, dalam menyusun RUU PNBP itu dapat mengudang Kementerian dan Lembaga terkait seperti Kementerian Pendidikan, Kesehatan, Lerhubungan ESDM, Keuangan dan lainnya. 

Sementara dari Komisi XI meminta baik APKASI maupun APEKSI dalat memberikan Darft RUU versi masing-masing sebagai bahan pertimbangan bagi Komisi XI untuk melakukan penyempirnaan RUU PNBP tersebut.(hms/nur)

BAGIKAN:

BACA JUGA

  • Itwasda Polda Riau Audit Kinerja Polres Meranti Tahap II Aspek Pengelolaan dan Pertanggungjawaban

    SELATPANJANG - Kinerja Polres Kepulauan diaudit Tahap II Aspek Pengelolaan dan Pertanggung jawaban oleh Itwasda Polda Riau yang berlangsung di Ruang Vicon Polres Kepulauan
  • Fraksi DPRD Sampaikan Pandangan Terhadap Pendapat Bupati

    MERANTI - DPRD Kepulauan Meranti kembali melaksanakan sidang paripurna lanjutan dengan agenda mendengarkan tanggapan Bupati terhadap pandangan fraksi dan jawaban DPRD atas
  • Polres Meranti Gelar Vaksinasi Massal di Desa Lukun

    MERANTI - Polres Kepulauan Meranti kembali menggelar vaksinasi Covid-19 secara massal. Kali ini, sebanyak 360 dosis diberikan di Gedung Serba Guna Desa Lukun, Kecamatan Teb
  • Dampingi Komandan Korem 031/WB, Bustami HY Ikut Salurkan Bantuan Sembako

    BENGKALIS - Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Bengkalis, Bustami HY, mendampingi Dandim 0303/Bengkalis Letkol Inf Lizardo Gumay dan Kapolres AKBP Hendra

  • KOMENTAR