Khusus Meranti, YLPK Tolak Kebijakan Pembatasan BBM Subsidi

Rabu, 06 Agustus 2014 15:02
BAGIKAN:
Pesisir One Group
Mulyono, SE
SELATPANJANG, MOC - Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Kabupaten Kepulauan Meranti menolak kebijakan pemerintah terkait pembatasan Bahan Bakan Minyak (BBM) khusus untuk Kabupaten Kepulauan Meranti. Dikhawatirkan jika terjadi pembatasan di Meranti, maka kabupaten termuda se Riau itu akan lumpuh.

Demikian diungkapkan Ketua YLPK Kepulauan Meranti, Mulyono SE, ketika ditemui di Selatpanjang, Rabu (6/8/2014). Kata Mulyono, mereka menolak keras pembatasan BBM subsidi jenis premium dan solar khusus untuk Kabupaten Kepulauan Meranti. Sebab, selaku kabupaten termuda, Kepulauan Meranti butuh dukungan di semua lini.

"Meranti itu kabupaten baru, kita perlu dukungan di semua lini untuk pembangunan ekonomi maupun infrastruktur daerah," kata Mulyono.

Tambah Mulyono, dikhawatirkan dengan pembatasan BBM subsidi sebagaimana kebijakan pemerintah baru-baru ini di Meranti, maka Meranti akan lumpuh. Karena, sebagian besar masyarakat Meranti yang ikut membangun daerah berada di garis perekonomian menengah ke bawah.

Masyarakat yang ekonomi ke bawah ini pula, ujar Mulyono lagi, sangat bergantung kepada BBM Subsidi. Seperti para Nelayan tradisional yang ikut membangun meranti di sisi ekonomi. Mereka sangat bergantung dengan solar yang digunakan sebagai penggerak mesin saat melaut.

Dipastikan, jika dibatasi BBM Subsidi di Meranti, maka aktivitas nelayan akan terganggu. Sebab, alih-alih mau membeli BBM dengan harga tinggi, untuk menutupi kebutuhan sehari-hari saja saat ini hanya pas-pasan. Dimana, hasil tangkapan nelayan tradisional tidak kuat untuk membeli BBM tidak subsidi.

"Kalau jatah Meranti dikurangi kita khawatir pembangunan terhambat. Sebab, yang ikut membantu membangun kabupaten baru ini tidak hanya masyarakat ekonomi ke atas, tetapi juga ada masyarakat ekonomi ke bawah seperti tukang ojek maupun nelayan. Mereka semuanya sangat bergantung pada minyak subsidi, kalau dibatasi nelayan atau tukang ojek itu mau pakai apa mereka membeli minyak tidak subsidi. Kita khawatir itu akan menyebabkan kabupaten yang tengah membangun ini menjadi lumpuh," ujar Mulyono pula.

Dapat disampaikan pula, melalui surat edaran BPH Migas Nomor 937/07/Ka BPH/2014 tanggal 24 Juli 2014, tentang pengendalian konsumsi BBM bersubsidi, ada 4 cara yang ditempuh sebagai langkah pengendalian.

Mulai dari peniadaan solar bersubsidi di Jakarta Pusat terhitung 1 Agustus. Pembatasan waktu penjualan solar bersubsidi di seluruh SPBU di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali mulai tanggal 4 Agustus 2014 akan dibatasi dari pukul 18.00 WIB sampai dengan 08.00 WIB.

Tidak hanya di sektor transportasi, mulai tanggal 4 Agustus 2014, alokasi solar bersubsidi untuk Lembaga Penyalur Nelayan (SPBB/SPBN/SPDN/APMS) juga akan dipotong sebesar 20 persen dan penyaluran mengutamakan kapal di bawah 30 GT.

Selanjutnya terhitung mulai tanggal 6 Agustus 2014, penjualan premium di seluruh SPBU yang berlokasi di jalan tol ditiadakan.

Menteri ESDM Jero Wacik mengatakan pengendalian BBM Subsidi dilakukan agar kuota BBM bersubsidi yang ditetapkan dalam APBN-P 46 juta kl tercukupi hingga akhir tahun. Tanpa pengendalian ini maka kuota solar akan habis di akhir November 2014 dan untuk premium habis di 19 Desember.(GRC/RED)
BAGIKAN:
KOMENTAR