Korupsi, Wabup Pelalawan dituntut 9 Tahun Bui

Rabu, 28 Januari 2015 17:54
BAGIKAN:
PEKANBARU, PESISIRONE.com - Wakil Bupati Kabupaten Pelalawan non aktif Marwan Ibrahim dinyatakan terbukti oleh jaksa penuntut umum (JPU) melakukan korupsi, sehingga merugikan negara Rp 38 miliar. Mendengar dituntut hukuman 9 tahun penjara di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Rabu (28/1), Marwan bungkam tanpa komentar.

Selain penjara, JPU Romy Rozali, juga mewajibkan terdakwa membayar denda Rp 500 juta. Jika tak dibayar, Marwan diwajibkan menjalani kurungan selama 6 bulan.

Sementara dalam fakta persidangan Marwan selaku pejabat diduga menerima suap sebanyak Rp 1,5 miliar, yang melanggar pasal 12 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak pidana korupsi. Yang berbunyi setiap pejabat negara menerima hadiah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Namun dalam hal ini, Jaksa Penuntut Umum hanya menjerat Marwan dengan pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Tipikor. Yang berbunyi intinya setiap pejabat memperkaya diri sendiri yang dapat merugikan negara.

"Terdakwa dinyatakan terbukti melanggar pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 Uu Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dan dirubah dengan Undang Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke 1," tegas Romy kepada Ketua Majelis Hakim Ahmad Pujoharsoyo.

Selain itu, Romy juga meminta majelis hakim mewajibkan terdakwa membayar uang pengganti Rp1,5 miliar. Dimana uang itu disebut JPU sebagai uang suap yang diterima Marwan sewaktu mengurus ganti rugi lahan Perkantoran Bakti Praja.

Menurut Romy, tuntutan yang diberikan kepada terdakwa berdasarkan keterangan saksi, alat bukti, fakta persidangan dan analisis yuridis fakta hukum selama sidang.

Hal memberatkan juga dimasukkan dalam pertimbangan tuntutan. Dimana terdakwa tersebut tidak mendukung program pemberantasan korupsi, merugikan keuangan negara dan tidak mengakui perbuatannya.

"Sementara yang meringankan, terdakwa selalu sopan dalam persidangan, koperatif dan masih mempunyai tanggungan keluarga," sebut Romy.

Usai membacakan panjang lebar berkas Marwan, JPU meminta majelis hakim untuk menjatuhkan pidana sesuai dengan tuntutan terhadap Marwan.

Kemudian, hakim menutup persidangan dan akan dilanjutkan pada pekan depan. "Terdakwa dan penasihat hukum supaya menyiapkan berkas pledoi. Waktunya diberi selama satu pekan, mengingat masa penahanan terdakwa akan habis dan tidak bisa diperpanjang lagi," sebutnya.

Atas tuntutan itu, Marwan melalui kuasa hukumnya menilai tuntutan tidak sesuai fakta sidang. 

"Ada beberapa catatan dalam tuntutan ini. Ada perbuatan yang tidak dilakukan terdakwa dimasukkan dalam berkas tuntutan," ucap Tumpal Hutabarat.

Menanggapi pasal yang dinilai ringan terhadap Marwan Ibrahim, pakar hukum Pidana dari Universitas Islam Riau, Zul Akrial SH MH mengatakan, perbuatan pejabat yang menerima gratifikasi itu tidak tepat dikenakan pasal 2 UU tipikor nomor 20 tahun 2001, melainkan lebih tepat dijerat pasal 12 UU Tipikor nomor 20 tahun 2010.

"Dia pejabat negara, kalau dalam fakta persidangan dinyatakan menerima uang sebagai gratifikasi, itu seharusnya dikenakan pasal khusus, kok pasal 2, ada apa ini, apakah ada deal deal, itu kita tidak tahu, aneh saja," ujar Zul Akrial.

Zul Akrial mencontohkan, jika seseorang melakukan pencurian, di dalam fakta persidangan ada saksi yang membenarkan perbuatannya, namun oleh jaksa dijerat pasal pemerkosaan, dan itu bisa membebaskan terdakwa.

"Jika pasal yang dijerat tidak sesuai dengan fakta persidangan yang dilakukan oleh jaksa penuntut, itu bisa saja hakim membebaskannya. Terdakwa korupsi bisa bebas kalau penjeratan pasal tidak sesuai dengan fakta persidangan," ketusnya.(mdk/pog)

BAGIKAN:
KOMENTAR